Minggu, 30 Maret 2014

Tata Bahasa Spekulativa



Tata Bahasa Spekulativa
Demi memenuhi tugas Linguistik Umum
Dosen Pengampu :
Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd

logo unikama.jpg

Disusun oleh :
Ninik Kurniawati                 (130401080012)
Rina Kholifatin                     (130401080005)
Wiwin Nur Indah Sari       (130401080001)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2013
Tata bahasa Spekulativa

Tata bahasa adalah sebuah teori filsafat dari partes orationis dan dicirikan dalam modus yang merujuk itu (modi significandi). Pengertian spekulativa berasal dari bahasa Latin speculum yang berarti cermin. Hal ini memberikan refleksi kenyataan yang mendasari fenomena dunia fisik.
Perkembangan filsafat bahasa menuju pada dua arah yaitu pertama dengan ditentukannya grammatika sebagai pilar pendidikan latin serta bahasa latin sebagai titik sentral dalam khasanah pendidikan maka pemikiran spekulatif filosofis memberikan dasar yang kokoh bagi ilmu bahasa. Kedua oleh karena sistem pendidikan dan pemikiran filosofis pada saat itu sangat akrab dengan teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa sebagaimana dilakukan oleh Thomas Aquinas. Kemudian dasar-dasar yang mendukung berkembangnya ilmu bahasa antara lain konsep pemikiran kaum Modistaedan konsep bahasa spekulativa.
Ciri yang utama pada zaman abad pertengahan adalah masa keemasannya filsuf Kristiani terutama kaum Patristik dan Skolastik sehingga wacana filosofis juga sangat akrab dengan Teologi. Selain itu di Eropa perkembangan pendidikan diwarnai oleh sistem pendidikan Latin. Semua orang yang mencapai pendi­dikan tinggi baik orang awam maupun rohaniawan bergantung pada pengetahuan mereka mengenai bahasa Latin. Dengan demi­kian bahasa Latin menduduki tempat yang terhormat terutama dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan filsafat, maupun teologi.
Pendidikan zaman abad pertengahan dibangun dalam sis­tem sebagai pilar utamanya dan bersifat liberal. Ketujuh dasar pen­didikan liberal tersebut dibedakan atas Trivium, yang mencakup grammatika, dialektika (logika) dan retorik, serta Quadrivium, yang mencakup aritmetika, geometrika, astronomi dan musik.
Pada zaman ini perkembangan filsafat bahasa menuju pada dua arah yaitu pertama dengan ditentukannya grammatika sebagai pilar pendidikan Latin serta bahasa Latin sebagai titik sentral dalam khasanah pendidikan maka pemikiran spekulatif filosofis membe­rikan dasar yang yang kokoh bagi ilmu bahasa.
Kedua oleh karena sistem pendidikan dan pemikiran filosofis pada saat itu sangat akrab dengan teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa sebagaimana dilakukan oleh Thomas Aquinas. Kemudian dasar-dasar yang mendukung berkembangnya ilmu ba­hasa antara lain konsep pemikiran kaum Modistae dan konsep ba­hasa spekulativa.
Pemikiran Thomas yang lekat dengan teologi tersebut dalam sistematika filsafatnya merupakan karya terbesar pada periode abad pertengahan terutama karyanya yang berjudul Summa Theologiae (ichtisar teologi) (Bertens, 1989:35).  Pemikiran filosofis Thomas sangat dipengaruhi terutama oleh filsafat Aristoteles.
Analisis bahasa praktis menjadi metode yang akrab dalam penuangan pemikiran-pemikiran filosofis. Dalam pemikiran filosofis, Thomas menggunakan ungkapan-ungkapan dengan melalui bahasa yang bersahaja, terang dan berbentuk murni.
Untuk mencapai suatu kebenaran dalam sistem pemikirannya Thomas menggunakan analisis bahasa melalui penalaran logis dengan menggunakan prinsip deduksi yang dilakukan dengan melalui analisis premis.

Banyak kalangan historian memberikan ciri perkembangan pemikiran filsafat pada abad pertengahan diwarnai oleh mercu suar tradisi Skolastik, sehingga tidak mengherankan bahasa Latin men­duduki posisi central dalam wacana intelektual filosofis dan teo­logi.
Analisis bahasa praktis menjadi metode yang akrab dalam penuangan pemikiran-pemikiran filosofis. Dalam pemikiran filo­sofis Thomas menggunakan ungkapan-ungkapan dengan melalui bahasa yang bersahaja, terang dan berbentuk murni. Analisis abs­traksi sebagai metode khas filsafat dikembangkannya, yaitu de­ngan meninjau suatu segi atau sifat tersendiri dan kemadian me­nyisihkan segala aksidensia dan akhirnya sampai pada substansi atau hakikat segala sesuatu. Konsep pengertian seperti 'kodrat', nafsu dan lain sebagainya dapat dijelaskan dengan tepat. Bahasa sastra yang bersifat puitis senantiasa dihindarinya.
Namun demi­kian bukan berarti Thomas mengelak dari furigsi bahasa yang ber­sifat fleksibel serta kelenturan makna bahasa. Hal ini nampak dalam mengungkapkan analisis filosofisnya melalui analogi dan metafor. Memang benar diakui oleh banyak kalangan intelektual bahwa dalam setiap khasanah ilmu pengetahuan memiliki istilah-­istilah teknis dan artificial tertentu yang memang berlaku sah dan bermakna dalam konteks ilmu pengetahuan tertentu tersebut.
Namun demikian bahasa adalah tepat dan kaya dan merupakan sarana yang mutlak bagi presisi ilmiah. Para ahli juga sependapat bahwa terdapat suatu perbedaan antara struktur sintaksis dengan struktur logis, yang terdapat dalam makna bahasa.
Untuk mencapai suatu kebenaran dalam sistem pemikiran­nya Thomas, menggunakan analisis bahasa melalui penalaran logis dengan menggunakan prinsip deduksi yang dilakukan dengan me­lalui analisis premis. Premis dalam proses deduksi adalah merupa­kan suatu pernyataan yang mutlak benar, yang memberikan infor­masi tentang kenyataan (Copleston, 1958 28). Premis yang demikian ini merupakan suatu prinsip yang jelas dengan sendiri­nya (principium per se notum), sekali istilah dipahami semua orang yakin akan kebenarannya. Hal itu meliputi beberapa macam bentuk premis deduktif yaitu:

Definisi, yaitu pernyataan yang predikatnya menyatakan hakikat subjek. Bagi Thomas definisi itu sangat central, dan ia sangat cer­mat mencarinya, misalnya definisi `keadilan'. Thomas secara konsisten berusaha memberi kepada segala sesuatu kerangka ske­matis yang menyajikan pemahaman. Ia mulai dari, pemahaman umum misalnya tentang `ada', kemudian dengan perbandingan pertentangan, analisis istilah dan sebagainya ia memberikan defini­si unik yang hanya berlaku bagi hal yang akan dirumuskannya. Pa­ling ideal definisi yang mampu memberikan rumusan menurut prinsip `genus et species'. Namun demikian juga dapat ditandai menurut salah satu sifat, atau salah satu sebab atau menurut salah satu prinsip, dengan demikian definisi itu dapat ditentukan. Prinsip yang self-evident, yaitu suatu pernyataan yang predikatnya merupakan sifat yang dalam analisis nampaknya mutlak berlaku bagi subjeknya, misalnya prinsip kausalitas (Copleston, 1955 : 29).
Dapat juga keseluruhan yang terbatas itu lebih besar daripada masing-masing bagiannya. Pengetahuan akan istilah-istilah dalam prinsip itu memang secara psikologis berasal dari pencerapan, teta­pi evidensinya muncul langsung dalam anglisis hubungan predikat dan subjek, jadi secara logic bersifat"apriori'. Prinsip-prinsip yang self evident itu berhubungan satu sama lain, akhirnya dikembali­kan pada prinsip utama ‘yang ada tidak dapat sekaligus tidak ada'. Prinsip yang lebih bersifat sekunder, yaitu dengan memakai prin­sip-prinsip metafisis lainnya. Misalnya `yang baik ialah sebagai­mana berlaku dalam kebanyakan hal', 'kodrat selalu mengarah ke kesatuan', yang lain mengenai hubungan substansi dan aksidensia atau hubungan potensi dengan aktivitas.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak tudingan ke­pada filsafat Skolastik Thomas yang dianggapnya menjadi verbal­isme yang kering, suatu sistem berpikir yang tertutup yang diaba­dikan melalui sistem hafalan belaka, walaupun sebenarnya tuduh­an itu tidak sepenuhnya benar (Bakker, 1984 : 60,64).
Walaupun tidak memiliki hubungan sebab akibat yang lang­sung anatara sistem pemikiran Thomas dengan Atomisme Logis nampaknya memiliki kemiripan terutama menggunakan ungkapan bahasa melalui logika dalam melakukan analisis konsep-konsep filsafat. Hanya perbedaan yang essensial adalah Atomisme Logis menolak metafisika karena ungkapan metafisis sebenarnya tidak mengungkapkan keberadaan fakta apapun; sedangkan Thomas jus­tru analisis logis melalui ungkapan-ungkapan bahasa digunakan dalam upaya untuk memberikan analisis ungkapan-ungkapan me­tafisis maupun fakta.

Tata bahasa spekulativa adalah hasil integrasi  deskripsi gramatika (tata bahasa yg meliputi berbagai zaman dl perkembangan satu bahasa) bahasa Latin seperti yang dirumuskan oleh Priscia dan Donatus ke dalam system filsafat Skolastika. Skolastikaisme sendiri adalah hasil integrasi filsafat Aristoteles dalam tangan pemikir seperti Thomas Aquinas ke dalam  teologi Katolik.
            Tugas tata bahasa spekulativa ialah menemukan prinsip-prinsip tempat kata-kata sebagai sebuah tanda dihubungkan pada satu pihak dengan intelek manusia dan pada pihak lain dihubungkan kepada benda yang ditunjuk atau diwakilinya. Prinsip-prinsip tersebut bersifat universal dan konstan. Menurut tata bahasa ini kata secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuknya. Kata hanya mewakili hal adanya benda itu dalam berbagai cara, modus, substansi aksi, kualitas, dan sebagainya. Hal ini dengan pendekatan pada partes orationis.
            Maksudnya Penggolongan kata tradisional dikaitkan dengan penggolongan kata yang dilakukan oleh ahli-ahli falsafah Yunani dan Romawi. Istilah meroi logos dalam bahasa Yunani dan partes orationisdalam bahasa Latin merujuk aspek penggolongan kata. Bagaimanapun istilah ini membawa maksud “parts of a sentence”, yaitu penelitian terhadap fungsi kata dalam ayat.
Maksud ini kemudiannya telah diubah menjadi skema golongan kata (Halliday 1994:28) dan dalam bahasa Inggris istilah yang sepadan dengan maksud ini ialah parts of speech.
Pada peringkat awal, penggolongan kata umumnya menggunakan kriteria semantik atau diistilahkan sebagai kriteria nosional (tanggapan). Berdasarkan kepada kriteria ini, Plato mengkategorikan kata ke dalam dua golongan utama, yaitu kata nama (onoma) dan kata kerja (rhema). Kriteria formal yang digunakan untuk  mengkategorikan kata nama ialah kriteria gender, yaitu setiap kata nama mempunyai dua ciri gender - masculineatau femininetanpa mengira sama ada kata nama tersebut merupakan objek hidup atau tidak (Robins 1951: 14-18).
            Kaum spekulativa mengatakan bahwa tata bahasa secara substansial sama dalam segala bahasa, walaupun ia dapat berubah secara kebetulan. Dengan demikian, kaum Skolastika dengan dasar filsafat metafisik mengatakan bahwa semua bahasa akan menyatakan kesamaan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal yang lain. Dan menerima analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat reguler dan universal. Mereka memperhatikan secara penuh akan semantik sebagai penyebutan definisi bentuk-bentuk bahasa, dan mencari sumber makna, maka dengan demikian berkembanglah bidang etimologi pada zaman itu. Gramatikal yang terkenal pada zaman ini adalah Peter Hellias. Ia mengikuti jejak Priscia, tetapi ia selalu memberikan komentar berdasarkan logika Aristoteles. Norma logika ini dipakai untuk menyatakan sebuah tutur benar atau tidak berdasarkan logika.
            Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahas ilmu pengetahuan. Dari zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa antara lain adalah peranan Kaum Modistae, Tata Bahasa Spekulativa, dan Petrus Hispanus.
Filsafat skolastika itu sendiri dimaksudkan Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk.
Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran skolastisisme pada abad pertengahan. Menurut pendapatnya, semua kebenaran berasal dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan berpikir.
Kaum spekulativa berdasarkan filsafat metafisik mereka ingin mendeskripsikan bahwa semua bahasa mempunyai kesamaan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal lainnya. Seorang tokoh yang terkenal pada masa itu yaitu Peter Helias yang secara garis besar doktrin Priscia akan tetapi ia selalu memberikan komentar berdasarkan logika Aristoteles, dan logika ini dipakai sebagai dasar kaidah penuturan bahasa yang benar dalam zaman itu (Parera, 1983:59).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar