Tata
Bahasa Spekulativa
Demi
memenuhi tugas Linguistik Umum
Dosen
Pengampu :
Dr.
Gatot Sarmidi, M.Pd
Disusun oleh :
Ninik Kurniawati (130401080012)
Rina Kholifatin (130401080005)
Wiwin Nur Indah Sari (130401080001)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
2013
Tata
bahasa Spekulativa
Tata bahasa
adalah sebuah teori filsafat dari partes
orationis dan dicirikan dalam modus yang merujuk itu (modi significandi). Pengertian spekulativa berasal dari bahasa
Latin speculum yang berarti cermin.
Hal ini memberikan refleksi kenyataan yang mendasari fenomena dunia fisik.
Perkembangan filsafat bahasa menuju pada dua arah yaitu
pertama dengan ditentukannya grammatika sebagai pilar pendidikan latin serta
bahasa latin sebagai titik sentral dalam khasanah pendidikan maka pemikiran
spekulatif filosofis memberikan dasar yang kokoh bagi ilmu bahasa. Kedua oleh
karena sistem pendidikan dan pemikiran filosofis pada saat itu sangat akrab
dengan teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa
sebagaimana dilakukan oleh Thomas Aquinas. Kemudian dasar-dasar yang mendukung
berkembangnya ilmu bahasa antara lain konsep pemikiran kaum Modistaedan konsep
bahasa spekulativa.
Ciri yang utama pada zaman abad pertengahan adalah masa
keemasannya filsuf Kristiani terutama kaum Patristik dan Skolastik sehingga
wacana filosofis juga sangat akrab dengan Teologi. Selain itu di Eropa
perkembangan pendidikan diwarnai oleh sistem pendidikan Latin. Semua orang yang
mencapai pendidikan tinggi baik orang awam maupun rohaniawan bergantung pada
pengetahuan mereka mengenai bahasa Latin. Dengan demikian bahasa Latin
menduduki tempat yang terhormat terutama dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan
filsafat, maupun teologi.
Pendidikan zaman abad pertengahan dibangun dalam sistem
sebagai pilar utamanya dan bersifat liberal. Ketujuh dasar pendidikan liberal
tersebut dibedakan atas Trivium, yang mencakup grammatika, dialektika (logika)
dan retorik, serta Quadrivium, yang mencakup aritmetika, geometrika, astronomi
dan musik.
Pada zaman ini perkembangan filsafat bahasa menuju pada dua arah yaitu pertama dengan ditentukannya grammatika sebagai pilar pendidikan Latin serta bahasa Latin sebagai titik sentral dalam khasanah pendidikan maka pemikiran spekulatif filosofis memberikan dasar yang yang kokoh bagi ilmu bahasa.
Pada zaman ini perkembangan filsafat bahasa menuju pada dua arah yaitu pertama dengan ditentukannya grammatika sebagai pilar pendidikan Latin serta bahasa Latin sebagai titik sentral dalam khasanah pendidikan maka pemikiran spekulatif filosofis memberikan dasar yang yang kokoh bagi ilmu bahasa.
Kedua oleh karena sistem pendidikan dan pemikiran
filosofis pada saat itu sangat akrab dengan teologi, maka analisis filosofis diungkapkan
melalui analisis bahasa sebagaimana dilakukan oleh Thomas Aquinas. Kemudian
dasar-dasar yang mendukung berkembangnya ilmu bahasa antara lain konsep
pemikiran kaum Modistae dan konsep bahasa spekulativa.
Pemikiran Thomas yang lekat dengan teologi tersebut
dalam sistematika filsafatnya merupakan karya terbesar pada periode abad
pertengahan terutama karyanya yang berjudul Summa Theologiae (ichtisar
teologi) (Bertens, 1989:35). Pemikiran filosofis Thomas sangat
dipengaruhi terutama oleh filsafat Aristoteles.
Analisis
bahasa praktis menjadi metode yang akrab dalam penuangan pemikiran-pemikiran
filosofis. Dalam pemikiran filosofis, Thomas menggunakan ungkapan-ungkapan
dengan melalui bahasa yang bersahaja, terang dan berbentuk murni.
Untuk mencapai suatu kebenaran dalam
sistem pemikirannya Thomas menggunakan analisis bahasa melalui penalaran logis
dengan menggunakan prinsip deduksi yang dilakukan dengan melalui analisis
premis.
Banyak kalangan
historian memberikan ciri perkembangan pemikiran filsafat pada abad pertengahan
diwarnai oleh mercu suar tradisi Skolastik, sehingga tidak mengherankan bahasa
Latin menduduki posisi central dalam wacana intelektual filosofis dan teologi.
Analisis bahasa
praktis menjadi metode yang akrab dalam penuangan pemikiran-pemikiran
filosofis. Dalam pemikiran filosofis Thomas menggunakan ungkapan-ungkapan
dengan melalui bahasa yang bersahaja, terang dan berbentuk murni. Analisis abstraksi
sebagai metode khas filsafat dikembangkannya, yaitu dengan meninjau suatu segi
atau sifat tersendiri dan kemadian menyisihkan segala aksidensia dan akhirnya
sampai pada substansi atau hakikat segala sesuatu. Konsep pengertian seperti
'kodrat', nafsu dan lain sebagainya dapat dijelaskan dengan tepat. Bahasa
sastra yang bersifat puitis senantiasa dihindarinya.
Namun demikian
bukan berarti Thomas mengelak dari furigsi bahasa yang bersifat fleksibel
serta kelenturan makna bahasa. Hal ini nampak dalam mengungkapkan analisis
filosofisnya melalui analogi dan metafor. Memang benar diakui oleh banyak
kalangan intelektual bahwa dalam setiap khasanah ilmu pengetahuan memiliki
istilah-istilah teknis dan artificial tertentu yang memang berlaku sah dan
bermakna dalam konteks ilmu pengetahuan tertentu tersebut.
Namun demikian
bahasa adalah tepat dan kaya dan merupakan sarana yang mutlak bagi presisi
ilmiah. Para ahli juga sependapat bahwa terdapat suatu perbedaan antara
struktur sintaksis dengan struktur logis, yang terdapat dalam makna bahasa.
Untuk mencapai
suatu kebenaran dalam sistem pemikirannya Thomas, menggunakan analisis bahasa
melalui penalaran logis dengan menggunakan prinsip deduksi yang dilakukan
dengan melalui analisis premis. Premis dalam proses deduksi adalah merupakan
suatu pernyataan yang mutlak benar, yang memberikan informasi tentang
kenyataan (Copleston, 1958 28). Premis yang demikian ini merupakan suatu
prinsip yang jelas dengan sendirinya (principium per se notum), sekali istilah
dipahami semua orang yakin akan kebenarannya. Hal itu meliputi beberapa macam
bentuk premis deduktif yaitu:
Definisi, yaitu
pernyataan yang predikatnya menyatakan hakikat subjek. Bagi Thomas definisi itu
sangat central, dan ia sangat cermat mencarinya, misalnya definisi `keadilan'.
Thomas secara konsisten berusaha memberi kepada segala sesuatu kerangka skematis
yang menyajikan pemahaman. Ia mulai dari, pemahaman umum misalnya tentang
`ada', kemudian dengan perbandingan pertentangan, analisis istilah dan
sebagainya ia memberikan definisi unik yang hanya berlaku bagi hal yang akan
dirumuskannya. Paling ideal definisi yang mampu memberikan rumusan menurut
prinsip `genus et species'. Namun demikian juga dapat ditandai menurut salah
satu sifat, atau salah satu sebab atau menurut salah satu prinsip, dengan
demikian definisi itu dapat ditentukan. Prinsip yang self-evident, yaitu suatu
pernyataan yang predikatnya merupakan sifat yang dalam analisis nampaknya
mutlak berlaku bagi subjeknya, misalnya prinsip kausalitas (Copleston, 1955 :
29).
Dapat juga
keseluruhan yang terbatas itu lebih besar daripada masing-masing bagiannya.
Pengetahuan akan istilah-istilah dalam prinsip itu memang secara psikologis
berasal dari pencerapan, tetapi evidensinya muncul langsung dalam anglisis
hubungan predikat dan subjek, jadi secara logic bersifat"apriori'.
Prinsip-prinsip yang self evident itu berhubungan satu sama lain, akhirnya
dikembalikan pada prinsip utama ‘yang ada tidak dapat sekaligus tidak ada'.
Prinsip yang lebih bersifat sekunder, yaitu dengan memakai prinsip-prinsip
metafisis lainnya. Misalnya `yang baik ialah sebagaimana berlaku dalam
kebanyakan hal', 'kodrat selalu mengarah ke kesatuan', yang lain mengenai
hubungan substansi dan aksidensia atau hubungan potensi dengan aktivitas.
Memang tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak tudingan kepada filsafat Skolastik Thomas yang
dianggapnya menjadi verbalisme yang kering, suatu sistem berpikir yang
tertutup yang diabadikan melalui sistem hafalan belaka, walaupun sebenarnya
tuduhan itu tidak sepenuhnya benar (Bakker, 1984 : 60,64).
Walaupun tidak memiliki hubungan sebab akibat yang langsung anatara sistem pemikiran Thomas dengan Atomisme Logis nampaknya memiliki kemiripan terutama menggunakan ungkapan bahasa melalui logika dalam melakukan analisis konsep-konsep filsafat. Hanya perbedaan yang essensial adalah Atomisme Logis menolak metafisika karena ungkapan metafisis sebenarnya tidak mengungkapkan keberadaan fakta apapun; sedangkan Thomas justru analisis logis melalui ungkapan-ungkapan bahasa digunakan dalam upaya untuk memberikan analisis ungkapan-ungkapan metafisis maupun fakta.
Walaupun tidak memiliki hubungan sebab akibat yang langsung anatara sistem pemikiran Thomas dengan Atomisme Logis nampaknya memiliki kemiripan terutama menggunakan ungkapan bahasa melalui logika dalam melakukan analisis konsep-konsep filsafat. Hanya perbedaan yang essensial adalah Atomisme Logis menolak metafisika karena ungkapan metafisis sebenarnya tidak mengungkapkan keberadaan fakta apapun; sedangkan Thomas justru analisis logis melalui ungkapan-ungkapan bahasa digunakan dalam upaya untuk memberikan analisis ungkapan-ungkapan metafisis maupun fakta.
Tata bahasa
spekulativa adalah hasil integrasi deskripsi
gramatika (tata bahasa yg meliputi berbagai zaman dl
perkembangan satu bahasa)
bahasa Latin seperti yang dirumuskan oleh Priscia dan Donatus ke dalam system
filsafat Skolastika. Skolastikaisme sendiri adalah hasil integrasi filsafat
Aristoteles dalam tangan pemikir seperti Thomas Aquinas ke dalam teologi Katolik.
Tugas
tata bahasa spekulativa ialah menemukan prinsip-prinsip tempat kata-kata
sebagai sebuah tanda dihubungkan pada satu pihak dengan intelek manusia dan
pada pihak lain dihubungkan kepada benda yang ditunjuk atau diwakilinya.
Prinsip-prinsip tersebut bersifat universal dan konstan. Menurut tata bahasa
ini kata secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuknya. Kata hanya
mewakili hal adanya benda itu dalam berbagai cara, modus, substansi aksi,
kualitas, dan sebagainya. Hal ini dengan pendekatan pada partes orationis.
Maksudnya
Penggolongan kata tradisional dikaitkan dengan penggolongan kata yang dilakukan
oleh ahli-ahli falsafah Yunani dan Romawi. Istilah meroi logos dalam bahasa
Yunani dan partes orationisdalam bahasa Latin merujuk aspek penggolongan kata.
Bagaimanapun istilah ini membawa maksud “parts of a sentence”, yaitu penelitian
terhadap fungsi kata dalam ayat.
Maksud ini kemudiannya
telah diubah menjadi skema golongan kata (Halliday 1994:28) dan dalam bahasa
Inggris istilah yang sepadan dengan maksud ini ialah parts of speech.
Pada peringkat
awal, penggolongan kata umumnya menggunakan kriteria semantik atau diistilahkan
sebagai kriteria nosional (tanggapan). Berdasarkan kepada kriteria ini, Plato
mengkategorikan kata ke dalam dua golongan utama, yaitu kata nama (onoma) dan
kata kerja (rhema). Kriteria formal yang digunakan untuk mengkategorikan kata nama ialah kriteria
gender, yaitu setiap kata nama mempunyai dua ciri gender - masculineatau
femininetanpa mengira sama ada kata nama tersebut merupakan objek hidup atau
tidak (Robins 1951: 14-18).
Kaum
spekulativa mengatakan bahwa tata bahasa secara substansial sama dalam segala
bahasa, walaupun ia dapat berubah secara kebetulan. Dengan demikian, kaum
Skolastika dengan dasar filsafat metafisik mengatakan bahwa semua bahasa akan
menyatakan kesamaan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal yang lain. Dan
menerima analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat reguler dan
universal. Mereka memperhatikan secara penuh akan semantik sebagai penyebutan
definisi bentuk-bentuk bahasa, dan mencari sumber makna, maka dengan demikian
berkembanglah bidang etimologi pada zaman itu. Gramatikal yang terkenal pada zaman ini
adalah Peter Hellias. Ia mengikuti jejak Priscia, tetapi ia selalu memberikan
komentar berdasarkan logika Aristoteles. Norma logika ini dipakai untuk
menyatakan sebuah tutur benar atau tidak berdasarkan logika.
Studi
bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh
para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa
diplomasi, dan bahas ilmu pengetahuan. Dari zaman pertengahan ini yang patut
dibicarakan dalam studi bahasa antara lain adalah peranan Kaum Modistae, Tata Bahasa
Spekulativa, dan Petrus Hispanus.
Filsafat
skolastika itu sendiri dimaksudkan Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal
dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau
yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari
sejarah filsafat abad pertengahan.
Filsafat
skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang
rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada,
kejasmanian, kerohanian, baik buruk.
Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi
dari aliran skolastisisme pada abad pertengahan. Menurut pendapatnya, semua
kebenaran berasal dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang
berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Semua
kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat
beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan berpikir.
Kaum spekulativa
berdasarkan filsafat metafisik mereka ingin mendeskripsikan bahwa semua bahasa
mempunyai kesamaan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal lainnya. Seorang
tokoh yang terkenal pada masa itu yaitu Peter Helias yang secara garis besar
doktrin Priscia akan tetapi ia selalu memberikan komentar berdasarkan logika
Aristoteles, dan logika ini dipakai sebagai dasar kaidah penuturan bahasa yang
benar dalam zaman itu (Parera, 1983:59).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar