1.
Definisi Karakter
Dennis Coon dalam bukunya Introduction to
Psychology : Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai suatu
penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan
atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik
didalam masyarakat.
2. Karakter dan Kepribadian (Sifat Dasar)
2.1 Tipe Kepribadian
Kepribadian
adalah hadiah dari Tuhan Sang Pencipta saat manusia dilahirkan dan setiap orang
yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek
kehidupan sosial dan masing-masing pribadi. Kepribadian manusia secara umum ada
4, yaitu: Koleris – Sanguinis – Phlegmatis – Melankolis.
Nah,
Karakternya dimana? Saat setiap manusia belajar untuk mengatasi dan memperbaiki
kelemahannya, serta memunculkan kebiasaan positif yang baru, inilah yang
disebut dengan Karakter. Misalnya, seorang dengan kepribadian Sanguin yang
sangat suka bercanda dan terkesan tidak serius, lalu sadar dan belajar sehingga
mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan
ketenangan dan perhatian fokus, itulah Karakter.
Pada
dasarnya, pada perkembangan seorang anak adalah mengembangkan pemahaman yang
benar tentang bagaimana dunia ini bekerja, mempelajari ”aturan main” segala
aspek yang ada di dunia ini . Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter.
Begitu banyak tipe kepribadian menurut para ilmuwan. Berikut ini adalah
tipe-tpe kepibadian menurut masing-masing para ahli agar kita lebih memahami
kepribadian peserta didik sehingga saat proses kegiatan belajar dan mengajar
berlangsung dengan maksimal.
Menurut Eysenck
1964 (dalam Buchori 1982), menyatakan tipe
kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
·
Kepribadian Ekstrovert: dicirikan
dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan,
aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian
dalam aktivitas sosial.
·
Kepribadian Introvert: dicirikan
dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
·
Kepribadian Neurosis: dicirikan dengan
pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik
seperti keringat, pucat, dan gugup.
Menurut
Mahmud 1990 (dalam Suadianto 2009), menyatakan kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian
sebagai berikut:
·
Mudah menyesuaikan
diri, baik hati, ramah, hangat VS dingin.
·
Bebas, cerdas, dapat
dipercaya VS bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
·
Emosi stabil,
realistis, gigih VS emosi mudah berubah, suka menghindar (evasive),
neurotik.
·
Dominat, menonjolkan
diri VS suka mengalah, menyerah.
·
Riang, tenang, mudah
bergaul, banyak bicara VS mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
·
Sensitif, simpatik,
lembut hati VS keras hati, kaku, tidak emosional.
·
Berbudaya, estetik VS
kasar, tidak berbudaya.
·
Berhati-hati, tahan
menderita, bertanggung jawab VS emosional, tergantung, impulsif, tidak
bertanggung jawab.
·
Petualang, bebas, baik
hati VS hati-hati, pendiam, menarik diri.
·
Penuh energi, tekun,
cepat, bersemangat VS pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
·
Tenang, toleran VS
tidak tenang, mudah tersinggung.
·
Ramah, dapat dipercaya
VS curiga, bermusuhan.
Menurut Hippocrates dan
Galenus (dalam Kurnia 2007), tipologi
kepribadian yang tertuang bersifat jasmaniah atau fisik. Mereka
mengembangkan tipologi kepribadian berdasarkan cairan tubuh yang menentukan
temperamen seseorang. Tipe kepribadian itu antara lain:
·
Tipe kepribadian choleric (empedu kuning), yang
dicirikan dengan pemilikan temperamen cepat marah, mudah tersinggung, dan tidak
sabar.
·
Tipe melancholic (empedu hitam), yang
berkaitan dengan pemilikan temperamen pemurung, pesimis, mudah sedih dan mudah
putus asa.
·
Tipe phlegmatic (lendir), yang
bertemperamen yang serba lamban, pasif, malas, dan kadang apatis/ masa bodoh.
·
Tipe sanguinis (darah), yang memiliki
temperamen dan sifat periang, aktif, dinamis, dan cekatan.
Menurut Kretchmer dan
Sheldon (dalam Kurnia 2007), menyatakan bahwa tipologi kepribadian berdasarkan bentuk tubuh atau bersifat jasmaniah.
Macam-macaam kepribadian ini adalah:
·
Tipe asthenicus atau ectomorpic pada orang-orang yang bertubuh tinggi kurus memiliki sifat dan
kemampuan berpikir abstrak dan kritis, tetapi suka melamun dan sensitif.
·
Tipe pycknicus atau mesomorphic pada orang yang betubuh gemuk pendek, memiliki sifat periang, suka
humor, popular dan mempunyai hubungan sosial luas, banyak teman, dan suka
makan.
·
Tipe athleticus atau mesomorphic pada orang yang bertubuh sedang/ atletis memiliki sifat senang pada
pekerjaan yang membutukhkan kekuatan fisik, pemberani, agresif, dan mudah
menyesuaikan diri.
Namun demikian, dalam kenyataannya lebih banyak
manusia dengan tipe campuran (dysplastic).
Menurut Jung (dalam
Sudianto 2009), tipologi kepribadian
dikelompokan berdasarkan kecenderungan hubungan sosial seseorang, yaitu:
·
Tipe Ekstrovert yang perhatiannya
lebih banyak tertuju di luar.
·
Tipe Introvert yang
perhatiannya lebih tertuju ke dalam dirinya, dan dikuasai oleh nilai-nilai
subjektif.
Tetapi, umumnya manusia mempunyai tipe campuran atau
kombinasi antara ekstrovert dan introvert yang disebut ambivert.
Pada periode anak sekolah, kepribadian anak belum
terbentuk sepenuhnya seperti orang dewasa. Kepribadian mereka masih dalam
proses pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan “karakteristik anak secara
sederhana dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak yang biasa-biasa saja.
3. Anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khususnya dalam
melakukan kegiatan pembelajaran di dekolah”.
2.2 Karakteristik Perkembangan
Menurut Kurnia (2007), menjelaskan bahwa karakteristik
atau kepribadian seseorang dapat berkembang secara bertahap. Berikut ini adalah
krakteristik perkembangan pada masa anak samapai masa puber.
2.2.1 Karakteristik Perkembangan Masa Anak Awal (2-6 tahun)
Masa anak awal
berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu setelah anak meninggalkan masa bayi dan
mulai mengikuti pendidikan formal di SD. Tekanan dan harapan sosial untuk
mengikuti pendidikan sekolah menyebabkan perubahan perilaku, minat, dan nilai
pada diri anak. Pada masa ini, anak sedang dalam proses penegmbangan
kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan. Perilaku anak sulit diatur,
bandel, keras kepala, dan sering membantah dan melawan orang tua. Hal ini
memang sangat menyulitkan para pendidik. Tak heran, apabila para guru Playgroup
sampai SD harus lebih bersabar dalam melangsungkan pembelajaran atau mendidik
siswa. Disiplin mulai bisa diterapkan pada anak sehingga anak dapat mulai
belajar hidup secara tertib. Dan sikap para pedidik sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak.
2.2.2 Karakteristik Perkembangan Masa Anak Akhir (6-12 tahun)
Karakteristik atau
ciri-ciri periode masa anak akhir, sama halnya dengan ciri-ciri periode masa
anak awal dengan memperhatikan sebutan atau label yang digunakan pendidik.
Orang tua atau pendidik menyebut masa anak akhir sebagai masa yang menyulitkan
karena pada masa ini anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya
daripada oleh orang tuanya. Kebanyakan anak pada masa ini juga kurang
memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan benda-benda miliknya.
Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada rentang usia
ini (6-12 tahun) anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah dasar, anak
diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dianggap
penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri dalam
kehidupannya kelak.
2.2.3 Karakteristik Perkembangan Masa Puber (11/12 – 14/15 tahun)
Masa puber adalah
suatu periode tumpang tindih antara masa anak akhir dan masa remaja awal.
Periode ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap: prapuber, puber, dan
pascapuber. Tahap prapuber bertumpang tindih dengan dua tahun terakhir masa
anak akhir. Tahap puber terjadi pada batas antara periode anak dan remaja, di
mana ciri kematangan seksual emakin jelas (haid dan mimpi basah). Tahap
pascapuber bertumpang tindih dengan dua tahun pertama masa remaja. Waktu masa
puber relatif singkat (2-4 tahun) ini terjadi pertumbuhan dan perubahan yang
sangat pesat dan mencolok dalam proporsi tubuh, sehingga menimbulkan keraguan dan
perasaan tidak aman pada anak puber. Peubahan fisik dan sikap puber ini
berakibat pula pada menurunnya prestasi belajar, permasalahan yang terkait
dengan penerimaan konsep diri, serta persoalan dalam berhubungan dengan orang
di sekitarnya. Orang dewasa maupun pendidik perlu memahami sikap perilaku anak
puber yang kadang menaik diri, emosional, perilaku negative dan lai-lain, serta
membantunya agar anak dapat menerima peran seks dalam kehidupan bersosialisasi
dengan orang atau masyarakat di sekitarnya.
2.3 Perkembangan Kepribadian
“Kata
kepribadian dalam bahasa asing disebut dengan kata personality. Kata ini
berasal dari kata latin, yaitupersona yang berarti “topeng” atau
seorang individu yang berbicara melalui sebuah topeng yang menyembunyikan
identitasnya dan memerankan tokoh lain dalam drama” (Buchori, 1982:91).
Sehingga kepribadian seseorang adalah perangsang dari orang tua atau kesan yang
ditimbulkan oleh keseluruhan tingkah laku orang lain.
Kepribadian
bersifat dinamis (tidak statis), danmelainkan berkembang secara
terbuka sehingga manusia senantiasa berada dalam kondisi perubahan dan
perkembangan. Kepribadian selalu dalam penyesuaian diri yang unik dengan
lingkungannya dan berkembang bersama-sama dengan lingkungannya, serta
menentukan jenis penyesuaian yang akan dilakukan anak, karena tiap anak
mempunyai pengalaman belajar yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dalam
perkembangan kepribadian, konsep diri dan sifat-sifat seseorang merupakan hal
atau komponen penting.“konsep diri merupakan konsep, persepsi, maupun gambaran
seseorang mengenai dirinya sendiri, atau sebagai bayangan dari cermin diri.
Konsep diri seseorang dipengaruhi dan ditentukan oleh peran dan
hubungannya dengan orang lain terhadap dirinya” (Buchori 1982).
Menurut
Suadianto (2009), menerangkan bahwa sifat mempunyai dua ciri yang menonjol,
yaitu:
1.
Individualistis yang diperlihatkan dalam kuantitas ciri tertentu dan bukan
kekhasan ciri bagi orang lain.
2. Konsistensi
yang berarti seseorang bersikap dengan cara yang hampir sama dalam situasi dan
kondisi yang serupa, konsep diri merupakan inti kepribadian yang mempengaruhi
berbagai sifat yang menjadi ciri khas kepribadian seseorang.
Menurut
Kurnia (2007) menyatakan bahwa mengenai perkembangan pola kepribadian, ada 3
faktor yang menentukan perkembaangan kepribdian seseorang termasuk peserta
didik, yaitu:
a. Faktor bawaan, termasuk sifat-sifat yang diturunkan kepada
anaknya, misalnya sifat sabar anak dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat
sabar, demikian juga wawasan sosial anak dipengaruhi oleh tingkat
kecerdasannya.
b. Pengalaman
awal dalam lingkungan keluarga ketika anak masih kecil. Pengalaman itu
membentuk konsep diri primer yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian
anak dalam mengadakan penyesuaian diri dan sosial pada perkembangan kepribadian
periode selanjutnya.
c. Pengalaman
kehidupan selanjutnya dapat memperkuat konsep diri dan dasar kepribadian yang
sudah ada, atau karena pengalaman yang sangat kuat sehingga mengubah konsep
diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk pada diri seseorang.
Pada
perkembangan kepribadian pesera didik, tidak ada kepribadian dan sifat-sifat
yang benar-benar sama. Tiap anak adalah individu yang unik dan
mempunyai pengalaman belajar dalam penyesuaian diri dan sosial yang berbeda
secara pribadi. Menurut Suadianto (2007) menjelaskan bahwa hal
penting dalam perkembangan kepribadian adalah ketetapan dalam pola kepribadian
atau persistensi. Artinya, terdapat kecenderungan
ciri sifat kepribadian yang menetap dan relatif tidak berubah sehingga
mewarnai timbul perilaku khusus terhadap diri seseorang. Persistensi
dapat disebabkan oleh kondisi bawaan anak sejak lahir, pendidikan yang
ditempuh anak, perilaku orang tua dan lingkungan kelompok teman
sebaya, serta peran dan pilihan anak ketika berinteraksi dengan lingkungan
sosial.
3. Pengaruh
Kepribadian Terhadap Peserta Didik
Memahami
karakter seseorang memang sangat sulit, namun sangat penting. Apalagi
kita sebagai pendidik selalu bersama dengan peserta didik yang sangat banyak
dan masing-masing mempunyai karakter-karakter tersendiri. Keadaan atau proses
beajar dan mengajar tidak dapat berjalan dengan baik apabila kita tidak saling
mengenal dengan peserta didik. Saling mengenal tidak harus dengan menghafal
nama-nama dari peserta didik, tetapi pendidik harus mengenal kepribadian dari
murid-muridnya.
Berdasarkan
tipe-tipe kepribadian yang telah tercantum di atas bahwa setiap sifat yang baik
pasti ada sifat yang jelek. Ada peserta didik yang diajak berbicaraselalu
merespon, ada peserta didik yang periang, ada sifat atau pribadi yang
tertutup, ada peserta didik yang kurang menghargai pendidikya dan mengaggap
suatu hal biasa. Kita sebagai pedidik, kita harus mengendalikan ego dan
menambah kesabaran saat berinteraksi dengan peserta didik untuk mengingatkan
bahwa hal tersebut salah, benar, sopan dan lain-lain. Misalnya, anak yang
suka bergurau dan menganggap guru adalah teman, saat pendidik melakukan
kesalahan dan peserta didik mengejek dengan kata kurang sopan. Apabila kita
langsung memarahi dan tidak bisa menahan emosi kita, maka kita akan ditakuti
oleh dia dan bisa saja peserta didik tersebut dan yang lain langsung merasa
tegang dan akhirnya pada saat peajaran, bukan suasana yng
menyenangkan yang didapat melainkan suasana tegang. Kita sebagai
pendidik harus melihat kepribadian siswa tersebut apakah mudah tersingung atau
tidak. Bila murid tersebut tidak muah tersinggung, kita bisa mengingatkan
kesalahannya dengan cara lelucon. Namun bila dia mudah tersinggung maka kita
bisa menegur saat di luar jam pelajaran. Bila suasana yang tercipta adalah
tegang maka materi yang diberikan tidak diserap hingga maksimal dan akhirnya
prestasi menurun.
4.
Karakter dan Moral
Antara karakter dan moral itu berbeda. Kalau
pendidikan moral itu, kita hanya tahu saja. Kita tahu moral, kita tahu etika, namun
belum sampai pada perilaku. Karena memang evaluasinya juga; apakah sudah hafal
isi buku? Kalau pendidikan karakter, itu mengukir manusia sehingga kelihatan
dari perbuatannya, karena karakter dalam bahasa latin berarti mengukir. Jadi
begitu manusia berkarakter, itu sudah kelihatan langsung dari sistem
pikirannya, bicaranya, sampai pada perilakunya, dan itu konsisten. Contoh
yang paling sederhana, seseorang yang tahu moral sedang berhadapan dengan lampu
merah. Bila ia tahu moral, seharusnya dia berhenti. Tapi belum tentu ia
melakukan itu kan? Buktinya, ketika ia tahu tidak ada polisi atau sepi, ia main
bablas saja. Itu berarti belum berkarakter. Sedangkan orang yang berkarakter,
ia akan tetap memegang prinsip, meski tidak ada yang melihat.
Jadi, kenapa kita tahu soal moral baik dan buruk, tapi pada perilakunya tidak tercermin, dan bahkan tidak konsisten antara apa yang dibicarakan dengan yang dilakukan? Itulah akhirnya menjadi pertanyaan-pertanyaan bagaimana dari moral itu menjadi perilaku. Ini tantangan, dan untuk itu kami membangun Indonesia Heritage Foundation, sebuah yayasan warisan nilai-nilai luhur Indonesia, yang mempunyai visi membangun bangsa yang berkarakter.
Jadi, kenapa kita tahu soal moral baik dan buruk, tapi pada perilakunya tidak tercermin, dan bahkan tidak konsisten antara apa yang dibicarakan dengan yang dilakukan? Itulah akhirnya menjadi pertanyaan-pertanyaan bagaimana dari moral itu menjadi perilaku. Ini tantangan, dan untuk itu kami membangun Indonesia Heritage Foundation, sebuah yayasan warisan nilai-nilai luhur Indonesia, yang mempunyai visi membangun bangsa yang berkarakter.
5.
Mengenali Karakter Peserta Didik
Dalam banyak
hal, kita pastinya memerlukan variasi. Sama halnya dengan belajar. Dalam
belajar, variasi pembelajaran ini yang bisa membuat, baik pendidik maupun
peserta didiknya tidak jenuh. Bahkan, untuk pendidik itu sendiri, selain
memiliki variasi metode pembelajaran, meraka juga harus bisa memahami karakter
peserta didiknya. Sehingga, metode pembelajarannya bisa tepat guna.
Dari sudut
pandang siswa didik, pasti memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang sangat
aktif, ada juga yang hanya duduk diam (pasif) mendengarkan. Untuk itu, pendidik
harus memiliki kemampuan untuk mengenali gaya belajar siswa yang umum dan
kurang umum. Sehingga, pendidik mampu mengembangkan gaya pengajaran yang
komprehensif dan efektif.
Ada beberapa
pendekatan, untuk bisa menerapkan gaya pengajaran ini. Salah satunya pendekatan
indrawi. Indrawi, merupakan metode belajar yang paling popular. Di sini,
pendidik bisa dapat berinteraksi langsung, secara visual, gesture tubuh, juga
audio. Sehingga, antara peserta didik dan pendidik, akan dapat terjalin koneksi
yang erat. Hasilnya, motorik peserta didik pun dapat meningkat. Pengayaan
literatur pendukung pembelajaran sangat diperlukan. Karena, peserta didik
dengan karakter ini, akan lebih kritis dalam menanggapi pembelajaran yang ia
terima. Jadi, fakta lisan saja, akan kurang memuaskan bagi peserta didik dengan
karakter seperti ini.
Intuisi dan
analitik. Pendekatan ini, dapat diterapkan pada peserta didik yang kurang
aktif, dan lebih suka dalam menganalisa sesuatu. Di sini, pendidik, dituntut
untuk bisa masuk ke alam belajar peserta didik secara intuitif. Penggambaran
pembelajaran secara abstrak dapat dilakukan oleh peserta didik. Lalu, biarkan
mereka melakukan analisa dan mengevaluasi sendiri terhadap pengambaran tersebut
dengan fakta-fakta yang bisa mereka dapatkan.
Untuk peserta
didik yang aktif, pendidik bisa menerapkan proses belajar belajar sambil
melakukan (learning by doing). Bentuk kegiatan pembelajaran eksperimental
sangat disukai oleh mereka. Karena dengan demikian, mereka bisa merasakan atau
mengalami langsung. Juga bisa mengetahui secara langsung, apakah percobaan
mereka bekerja dengan baik atau tidak.
Bagi peserta
didik yang berkarakter pasif, pendidik haruslah lebih jeli. Di mana, pendidik
dapat memberikan penjelasan secara abstrak. Lalu, biarkan mereka menganalisa
hal tersebut. Tugas dari pendidik adalah menjadi koridor, ketika analisa mereka
mulai tidak fokus dan melenceng dari pembelajaran.
Memahami
perbedaan karakter peserta didik sangatlah penting. Namun lebih penting lagi,
pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Untuk itu, dalam hal
belajar, tidaklah mengenal usia. Pendidik dan peserta didik, masih sama-sama
belajar. Belajar untuk lebih baik lagi.
6.
Dasar
Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah
Mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional
(SPN). Dalam pasal 3 disebutkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam
membentuk sumberdaya manusia berkualitas. Sejak beberapa tahun belakangan,
pendidikan karakter telah diintegrasikan ke dalam kurikulum di sekolah. Hal ini
mengingat pentingnya pendidikan karakter dalam mebentuk
karakter siswa.
Untuk
menjadikan manusia mempunyai karakter yang bagus itu harus dilakukan dengan
cara; selain knowing
the good, juga harus tahu the risking of the good. Jadi tahu akibatnya. Feeling the
goodnya juga, di mana ada rasa empati, bersalah, malu, kecintaan
untuk berbuat baik seperti; oh kalau kita berbuat baik, kita merasa lapang
dada. Itu feeling
the good. Itu harus dibentuk. Kemudian action the good, jadi
itu terus-menerus diperjuangkan. Ini metode yang kami lakukan.
Kemudian, pendidikan karakter itu bukan hanya
pelajaran. Ini disepakati juga Wamendiknas, Bapak Fasli Jalal. Pendidikan
karakter itu bagaimana membangun sebuah lingkungan, membangun budaya sekolah,
membangun sebuah komunitas sekolah yang betul-betul mencerminkan perilaku yang
berkarakter. Karena itu harus konsisten; gurunya harus berkarakter karena guru
menjadi tauladan, juga satpamnya, dan begitu pula OB-nya juga harus
berkarakter.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Sedangkan tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa,
(2) berakhlak mulia, (3) sehat, (4) berilmu, (5) cakap, (6) kreatif, (7)
mandiri, (8) menjadi warga negara yang demokratis, dan (9) bertanggung jawab.
Jika dicermati fungsi pendidikan di atas, peserta didik pada umumnya sudah
memiliki kemampuan dasar yang di bawa sejak lahir. Pembentukankarakter anak dimulai di
lingkungan keluarga. Lembaga sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan potensi yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
Bangsa yang berwatak mulia, cerdas dan bermartabat akan menentukan
peradaban bangsa tersebut. Bangsa Indonesia sejak dulunya terkenal bangsa yang
taat beragama, ramah, suka bergotong royong, musyawarah untuk mufakat, dan
bekerja sama dalam membangun kekuatan ekonomi dalam prinsip keadilan sosial.
Berdasarkan filosofi inilah arah dan pengembangan pendidikan karakter di
lembaga sekolah.
Memiliki tujuan pendidikan nasional, lembaga sekolah lebih banyak
terfokus pada pengembangan potensi
peserta didik yang berkaitan dengan karakter. Ini membuktikan bahwa prosesi
pendidikan harus berorientasi pada aspek sikap dan tingkah laku (afektif)
sebagaimana amanat pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN. Namun dalam
implementasinya di lapangan masih berorientasi kepada aspek intelektual
(kecerdasan) dan psikomotorik (keterampilan dan kecakapan hidup).
Tidaklah mengherankan jika lulusan lembaga sekolah memiliki nilai akademik
yang bagus, keterampilan yang memadai namun sikap dan tingkah laku sebagai
cermin karakter positif masih perlu
dipertanyakan. Inilah beberapa dasar pengembangan pendidikan karakter di
lembaga sekolah.
Ke depannya, pengembangan karakter peserta didik diharapkan menjadi
orientasi utama di lembaga sekolah. Artinya, pendidikan karakter tidak hanya
sekadar wacana dan konsep yang bagus namun dapat diimplementasikan dalam proses
pendidikan di sekolah. Tentunya tidak lepas dari dukungan orang tua siswa dan
pihak berkompeten dalam dunia pendidikan.
Ada 3 Cara Mendidik Karakter Anak:
1. Ubah Lingkungannya,
melakukan pendidikan karakter dengan cara menata peraturan serta konsekuensi di
sekolah dan dirumah.
2. Berikan Pengetahuan,
memberikan pengetahuan bagaimana melakukan perilaku yang diharapakan untuk
muncul dalam kesehariannya serta diaplikasikan.
3. Kondisikan Emosinya,
emosi manusia adalah kendali 88% dalam kehidupan manusia. Jika mampu menyentuh
emosinya dan memberikan informasi yang tepat maka informasi tersebut akan
menetap dalam hidupnya.
Karakter yang perlu ditumbuhkan dan dibentuk dalam diri anak
1.
Karakter cinta Tuhan
dan segenap ciptaan-Nya
2.
Kemandirian dan
Tanggung Jawab
3.
Kejujuran atau Amanah,
Diplomatis
4.
Hormat dan Santun
5.
Dermawan, Suka Tolong
Menolong & Gotong Royong
6.
Percaya Diri dan
Pekerja Cerdas
7.
Kepemimpinan dan
Keadilan
8.
Baik dan Rendah Hati
9. Karakter Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan.
7. Pengembangan Karakter
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini
perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk
menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter
di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya
anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik
akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk
melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan
memiliki tujuan hidup.
Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter
tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan
kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak
terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.
Dengan
demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of
good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral),
moral feeling (penguatan emosi) tentang moral, dan moral
action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah
lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi
yang termasuk dalam moral knowing yang akan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral
awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan
sudut pandang (perspective taking), logika
moral (moral
reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan
pengenalan diri (self knowledge).
Moral feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh
peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya
diri (self
esteem),
kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the
good),
pengendalian diri (self control), kerendahan
hati (humility).
Moral action merupakan
perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua
komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam
perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek
lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan
kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu
sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang
mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara
bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan
sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME,
dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional
Kebiasaan
berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut
secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena
mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat
salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika
seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan
karena keinginannya yang tulus untuk mengharagi nilai kejujuran itu sendiri.
Oleh karena
itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain
affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the
good”
atau keinginan untuk berbuat kebaikan.
Pendidikan karakter yang baik
dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the
good”
(moral
knowing),
tetapi juga “desiring the good” atau “loving the
good” (moral feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu
semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.
Dengan
demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni
mengembangkan moral knowing, kemudian moral
feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki manusia,
maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.
Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan
karakter
Pengembangan karakter sementara
ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau
pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai
secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif.
Menurut
Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter
seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke
praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam
diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan
nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing
anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif.
Pendidikan karakter mestinya
mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara
kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah
pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan
kata-kata cipta, rasa, karsa.
8. Membangun Karakter Anak Bangsa (Character
Building)
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu focus didalam
pembangunan Indonesia dewasa ini. Dalam peningkatan kualitas
disekolah/pendidikan harus di imbangi professional guru yang tentunya diikuti
kualitas pembelajaran di kelas bekal kepada siswa untuk hidup bermasyarakat dan
melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Semua guru memberikan pelayanan terhadap
anak didik baik itu berupa lesprivat, tambahan pelajaran, ektra kurikuler semua
itu untuk mempersiapkan anak didik yang pandai. Kursus-kursus kilat anak pun
juga bertaburan di berbagai tempat. Semua ini untuk mencerdaskan otak anak dan
menghitung dengan cepat dan tepat. Pandai berbagai bahasa, hingga fisik kuat
dan sehat melalui kegiatan ektra kurikuler baik menari, main musik dan
berolahraga seperti main sepak bola, berlari, basket dan sebagainya. Banyak
orang tua senang karena pendidikan penuh kesan yang menggiurkan orang tua. Guru
bangga melihat anak didiknya pandai segala hal.
Tapi orang tua dan guru sekarang kalang kabut melihat anak-anaknya yang
pandai tapi tidak diikuti akhlakkul kharimah (tingkah laku yang baik), dimana
banyak anak yang hilang kendali seperti perkelahian antar teman / tawarun antar
pelajar, tidak disiplin, tidak tanggungjawab dan ketidakjujuran. Semua ini
seakan-akan menjadi ngetren dikalangan anak didik kita. Bagaimana anak kita
sudah tidak memiliki karakter yang baik ? jadi apa Bangsa dan Negara ini ?
kalau generasi muda/anak didik kita sudah jauh dari norma-norma yang berlaku
baik tertulis maupun tidak tertulis. Apa yang terjadi kalau menjadi pejabat
tidak mempunyai karakter yang baik. Apakah akan berhasil membangun bangsa yang
maju, bermartabat dan berwibawa?
Ini semua tugas guru untuk mendidik anak didik kita dengan pendidikan yang
berkualitas yaitu mampu mencerdaskan anak didik kita dengan membangun karakter
anak ( Character Building ). Jadi guru untuk merencanakan pelaksanaan
pembelajaran guru juga memasukkan/membiasakan anak didik kita dengan Character
building artinya anak kita dibiasakan / dilatih bertanggungjawab, disiplin,
kejujuran, dalam kelas maupun dirumah serta dimasyarakat agar menjadi
pembiasaan. Selain pelajaran akademik anak dilatih bertanggung jawab menjaga
kelas, piket, mengerjakan tugas, jujur mengerjakan tugas sendiri, disiplin
datang lebih awal, mengerjakan tugas tepat waktu, tepat mengembalikan buku,
serta guru memberi suatu tugas menjelaskan tentang tanggung jawab, kejujuran
maupun disiplin agar anak apa yang dikerjakan bermakna dan mengerti maksudnya
serta menjadikan pembiasaan dalam kehidupannya baik disekolah, dirumah serta di
masyarakat.
Guru dalam melaksanakan pembelajaran harus merancang /skanarionya harus
menyisipkan/menambah kan pembelajaran Character building/membangun karakter
anak dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan guru dalam memberi tugas
kepada didik kita, guru menjelaskan makna dan maksudnya agar anak terbangun
karakternya dan dijadikan pembiasaan dalam kehidupan sehari-harinya. Jadilah
anak didik kita yang pandai dan berakhlak mulia, jujur, disiplin, dan tanggung
jawab yang akan dibawa sampai dewasa serta menemukan jati dirinya. Dengan
pendidikan Character Building anak didik kita menjadi generasi yang tangguh,
cerdas, yang bermartabat, cekatan, cakap, ulet, tegas, mandiri, multi cultural,
disiplin, tanggungjawab, jujur membangun bangsa yang maju bermartabat, dan
berwibawa,.
9.
Pendidikan
Karakter yang Sukses
Pendidikan karakter ini merupakan good will Pemerintah.
Kalau mau berhasil, ini harus total. Seperti model pendidikan di Finlandia, itu
benar-benar membangun karakter. Saya sudah pernah ke sana, dan melihat bahwa
belajar itu tidak hanya duduk di kelas. Tapi ada project based. Semua concrete
learning. Misalkan berhitung, itu menggunakan permainan. Jadi
pendidikan karakter itu betul-betul bagaimana kurikulum dan cara mengajarnya
bisa membangkitkan semangat anak didik.
Yang dikuatirkan
ketika anak didik berada di luar sekolah. Misalkan pendidikan karakter di dalam
sekolah itu berjalan cukup sukses. Tapi ketika mereka berinteraksi dengan
masyarakat, kan mereka mendapatkan begitu banyak pengaruh. Lha, ini bagaimana?
Kalau kami prinsipnya begini, pendidikan karakter itu memberikan vaksinasi kepada anak didik. Kita tidak bisa membuat lingkungan itu steril. Tapi kalau dalam diri anak itu kuat, mudah-mudahan mereka tidak terpengaruh.
Kalau kami prinsipnya begini, pendidikan karakter itu memberikan vaksinasi kepada anak didik. Kita tidak bisa membuat lingkungan itu steril. Tapi kalau dalam diri anak itu kuat, mudah-mudahan mereka tidak terpengaruh.
Di sini, pendidikan karakter diterapkan secara
holistik; menyenangkan, penuh cinta, dan ada ikatan batin antara anak didik
dengan guru, sehingga anak didik tidak mau menyalahi aturan. Jadi bagaimana
membuat nilai-nilai pendidikan karakter itu terinternalisasi dalam diri anak
didik. Itu yang akan menjadi imunisasi dalam diri anak didik, sehingga tidak
mudah terpengaruh.
Misalkan, anak saya yang saat itu masih kelas
4 SD sedang menonton sinetron. Dalam sinetron itu ada adegan bentak-bentakan.
Melihatnya, anak saya langsung memindahkan channelnya. “Ngapain sih kok
bentak-bentakan?” kata anak saya. Nah, ini merupakan hasil imunisasi pendidikan
karakter pada anak didik. Dia tidak terpengaruh. Dia malah kasih komentar,
sinetron itu kok norak banget sih? Jadi dia sudah bisa menilai bahwa adegan
bentak-bentakan dalam sinetron itu tidak baik.
Selain itu, pendidikan karakter juga
menjadikan anak didik memiliki sikap kritis. Karena anak yang berkarakter itu
bisa menilai; hal ini bagus buat saya atau tidak? Untuk menjadikan anak didik
kritis, diberikanlah cara belajar yang memberi kesempatakan mereka banyak
bicara. Jadi guru itu hanya fasilitator saja.
10. Pentingnya Guru Sekolah Dasar dalam Membentuk Karakter Anak Didik
Dewasa ini, karakter sangat jarang ditemukan
pada masyarakat Indonesia, terutama pada anak didik. Karakter merupakan suatu
ciri khas yang menunjukkan sifat dari suatu anak didik untuk hidup dan bekerja
sama, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Potensi karakter
yang baik sebenarnya telah dimiliki oleh setiap anak didik sejal ia lahir, akan
tetapi potensi tersebut harus terus menerus dibina melalui sosialisasi dan
pendidikan sjak anak berusia dini. Namun saat ini, banyak anak didik yang tidak
mempunyai karakter/akhlak yang baik. Hal ini disebabkan karena perubahan
masyarakat ke arah modernisasi dan perkembangan teknologi yang semakin maju.
Setiap anak didik pasti memiliki karakter yang berbeda-beda. Dalam hal ini,
peran guru terutama guru SD sangatlah berpengaruh terhadap pembangunan karakter
anak didik.
Di era globalisasi ini, hampir dari semua anak
didik lupa akan jati dirinya. Kemajuan teknologi bukan membuat anak menjadi
lebih baik ,tetapinantinya akan menjerumuskan anak ke perbuatan yang
negatif. Kenapa hal itu bisa terjadi ??? Nah, mungkin itu pertanyaan yang
selalu ditanyakan saat ini. Kebanyakan para guru menganggap anak didik itu
sebagai obyek bukan sebagai subyek. Anak didik selalu ‘diperbudak’ oleh
gurunya. Tindakan tersebut tidaklah menjadikan anak menjadi baik, namun
sebaliknya anak menjadi kurang aktif dan tidak mandiri. Anak selalu merasa
tertekan dengan keadaan tersebut. Apabila tindakan tersebut terjadi di SD, maka
nantinya anak akan menjadi ketakutan pada saat kondisi tertentu. Selain itu,
anak menjadi tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Menjadi guru SD tidaklah semudah yang kita
bayangkan. Guru SD merupakan pondasi terciptanya karakter dari setiap anak
didik. Karena di SD-lah anak pertama kali mengenal yang namanya pendidikan.
Menjadi guru SD, kita harus bisa membaca situasi dan kondisi setiap anak didik.
Jangan sekali-kali memarahinya, karena tindakan tersebut akan membuat anak
didik menjadi ‘down’ dan merasa ketakutan. Pada saat mengajar, guru SD harus
kreatif dan inovatif dalam mencairkan suasana, agar anak didik merasa senang,
nyaman dan tidak merasa bosan. Selain itu, juga harus diselipkan dengan
nilai-nilai pancasila secara sederhana mungkin. Namun, juga dapat dipahami oleh
setiap anak didik. Karena, nilai-nilai pancasila itu sangat penting dan harus
diamalkan oleh setiap anak didik. Agar nantinya, anak didik mempunyai jiwa
nasionalisme yang tinggi dan bisa membawa nama baik bangsa ini.
Guru SD merupakan tugas yang sangat mulia. Akan
tetapi, guru SD bukanlah sembarang pekerjaan yang mudah. Seorang guru SD harus
memiliki kelebihan, baik itu kepribadian, akhlak yang baik, spiritual,
pengetahuan dan juga keterampilan.Selain itu, guru juga harus mempunyai sikap
profesionalisme tinggi. Peran guru bukan hanya sekedar memberikan
pelajaran setiap harinya. Namun, seorang guru juga harus memiliki andil dalam
membentuk karakter setiap anak didik. Dewasa ini, guru menjadi orang tua kedua
saat berada di sekolah. Guru merupakan model bagi anak didiknya. Anak didik
selalu menganggap gurunya itu sebagai dewanya mereka. Mereka selalu patuh
apabilla diperintah oleh gurunya.
Namun sebaliknya, apabila mereka diperintah
oleh orang tuanya tidak mau mealakukannya. Itulah keadaan yang terjadi sekarang
ini. Karenanya, orang tua menyerahkan semuanya ke tangan guru. Oleh sebab itu,
guru SD mempunyai beban yang sangat tinggi yaitu harus membenahi karakter anak
didik.Guru SD diharapkan bisa mengembalikan peradaban bangsa yang selama ini
telah tergantikan dengan julukan bangsa yang korup, anarkis, dll.
Sebagai orang yang profesional, guru SD harus
memiliki cara agar anak didiknya dapat berhasil membentuk karakternya. Seorang
guru SD harus memberikan kasih sayang yang tinggi, agar anak didik merasa betah
saat berada di sekolah. Seorang guru juga harus mengajarkan akhlak yang baik
pada anak didiknya. Selain itu juga harus memberikan nasehat kepada anak
didiknya apabila melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Seorang guru SD harus
sabar dan telaten dalam tingkah laku menghadapi anak didiknya.
Dalam membangun karakter anak didik, seorang
guru SD tidak hanya sekedar mengajarkan proses penalaran nilai-nilai moral
saja, akan tetapi harus lebih diarahkan pada sosialisasinya, agar kelak bisa
bertindak sesuai norma-norma yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Selain
itu, guru SD juga harus mengajarkan kedisiplinan tinggi dan menghargai orang
lain. Anak didik yang terdidik akan bertindak sesuai dengan iklim dan budaya
masyarakat.
Guru SD merupakan satu pilar penentu keberhasilan
pendidikan karakter. Kegagalan guru dalam membentuk karakter setiap anak
didik, disebabkan karena guru tidak mampu untuk memperlihatkan dan menunjukkan
karakter yang patut didengar maupun dicontoh oleh anak didik. Jika karakter
anak didik telah terbentuk sejak usia dini, maka generasi yang akan datang akan
menjadi generasi yang adil, jujur, dan bertanggung jawab.
11.Pelatihan Pengembangan Karakter
Kita semua adalah pendidik karakter,
tidak menjadi masalah apakah kita guru, arsitek, sopir bis, kita semua membantu
dan berperan dalam membentuk karakter anak-anak yang kita temui. Dari cara kita
berbicara, perilaku yang kita contohkan, tingkah laku yang kita coba
terima/maklumi, perbuatan yang kita anjurkan, pengharapan yang kita tunjukkan.
Benar, baik di saat seperti apapun, kita telah melakukan pendidikan karakter.
Pertanyaan besarnya pendidikan karakter seperti apa yang telah kita berikan. Dan
nilai-nilai seperti apa yang telah kita ajarkan? Bukti di lapangan menunjukkan
bahwa dunia saat ini membutuhkan individu-individu yang cerdas dengan karakter
yang baik serta kuat, dan bukan sekedar pandai dengan prestasi/nilai sekolah
yang baik. Dalam aplikasinya dunia kerja hanya membutuhkan 20 persen skill,
dimana selebihnya 80 persen adalah soft skill yang didapat dalam pendidikan
karakter. Karakter perlu dengan sengaja dibangun, dibentuk, ditempa, dan
dikembangkan serta dimantapkan untuk memastikan bahwa kita mengalami
perkembangan karakter yang terus maju dan positif, sebagai individu kita harus
mengenali kesalahan-kesalahan dan kegagalan kita, seperti juga kita harus
menyadari kekuatan-kekuatan dan kemajuan yang kita alami dalam mewujudkan
kualitas kehidupan yang baik yang semuanya harus dilakukan sejak dini.
Benar
bahwa sebagian dari karakter yang kita miliki kita tangkap dan serap dari
contoh positif dan pengalaman dari perlakuan yang kita dapat dengan cinta dan
penghargaan. Namun lebih dari itu, pengembangan karakter yang kita miliki
adalah persoalan kesadaran, usaha, dan kadang melibatkan sebuah perjuangan
tersendiri. Kita tidak menjadi lebih bijak, lebih sabar, lebih memliki
kedisiplinan diri, lebih jujur, lebih berani, lebih pemaaf, dan menjadi
seseorang yang lebih rendah hati, secara otomatis lita melakukannya secara
sengaja dan dengan kerja keras agar menjadi yang seperti itu. Sering dirasakan
bahwa program pendidikan karakter cukup berhasil pada tingkat dasar, namun bagi
sekolah menengah dan sekolah atas merupakan tantangan tersendiri.
Anak-anak pada tingkat ini akan
menolak pendidikan karakter jika pendidikan ini membuat mereka merasa menjadi
obyek yang dikenai perlakuan oleh orang-orang dewasa di sekitar mereka. Kunci
penggerak bagi remaja adalah membuat mereka termotivasi sendiri oleh kesadaran
dan kemauan mereka. Itulah alasannya mengapa penting membantu mereka
mengembangkan karakternya. Orang tua hanya dapat memberikan nasehat yang baik
atau menempatkan anak-anaknya pada jalur yang tepat. Selebihnya keberhasilan
pembentukan karakter seseorang terletak di tangan masing-masing individu.
Program ini menyediakan pemberian
materi dan pelatihan ke arah pengenalan diri dalam rangka pembentukan dan
pengembangan karakter positif. Dikemas dengan metode dan cara penyampaian yang
menarik serta disesuaikan dengan pembawaan dan taraf perkembangan remaja. Dalam
pelatihan ini remaja akan mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tentang
pentingnya karakter serta cara dan langkah untuk mengembangkan karakter mereka.
Materi dan metode yang diberikan akan mengantar mereka menjadi
individu-individu yang berkarakter kuat dan handal. Setelah mengikuti pelatihan
ini remaja akan memahami pengetahuan tentang pentingnya karakter positif dan
kuat dalam kehidupan nyata. Mereka akan termotivasi untuk mengembangkan
karakter positif dalam diri mereka. Ini semua dengan keyakinan bahwa hanya
dengan karakter yang kuat dan positif kesuksesan akan dapat mereka raih. Karena
materi pengembangan karakter dalam pekatihan ini berpijak pada pengenalan diri
dan penerimaan diri yang pisitif, setelah mengikuti pelatihan ini remaja akan
memiliki pengetahuan untuk mengenal diri pribadinya, untuk memahami, dan
menerima dirinya dengan baik, serta mengembangkan persepsi diri yang positif
pula. Sehingga mereka akan mengetahui apa yang mereka mau dan apa yang mereka
butuhkan, dan lebih termotivasi untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginan dan
cita-cita mereka. Karakter adalah dasar dari semua sudut sikap dan perilaku.
Oleh karenanya materi dalam pelatihan ini dapat dikembangkan dan disesuaikan
dengan kebutuhan terkini anak dan remaja.
Sesi khusus bagi orang tua yaitu
tidak ada sekolah atau pendidikan khusus untuk orang tua, padahal tantangan
untuk mendidik dan membimbing anak-anak. Orang tua memiliki banyak pertanyaan
di benak meraka, apa yang harus dilakukan dan bagaimana sebaiknya cara
memperlakukan dan membimbing anak-anaknya. Hal ini disebabkan karena dua hal
utama, yaitu yang pertama kurangnya pengetahuan yang dimiliki dan sedemikian
pesatnya perkembangan yang dialami anak-anak saat ini. Ditambah dengan
kenyataan bahwa orang tua memainkan peranan yang sangat penting dalam
pembentukan dan pengembangan karakter anak, program pelatihan inimemberikan
sesi khusus bagi orang tua.
12.Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik Melalui Kearifan Lokal
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.
Peribahasa ini menggambarkan pengaruh perilaku guru terhadap perilaku muridnya.
Pendidikan di tingkat prasekolah dan tingkat dasar, perilaku guru merupakan
model bagi murid dalam berperilaku baik di dalam maupun di luar kelas. Ucapan
dan perintah guru sangat dipatuhi oleh murid-muridnya. Bahkan sering terjadi
bahwa ucapan dan perintah guru yang didengar anak di sekolah lebih dipatuhi
oleh anak daripada ucapan dan perintah orang tuanya. Perilaku guru di
masyarakat dijadikan ukuran keterlaksanaan budaya bagi anggota
masyarakatnya..Kelestarian budaya local masyarakat menjadi tanggung jawab
anggota masyarakatnya. Sedang guru menjadi barometernya. Guru yang melaksanakan
tugas di luar daerah kelahirannya, dituntut untuk mengenal budaya masyarakat di
mana ia melaksanakan tugasnya. Untuk dapat melaksanakan dan melestarikan budaya
masyarakat barunya, guru harus mengenalnya dengan baik. Pembentukan karakter
anak didik merupakan tugas bersama dari orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Ketiga pihak tersebut secara bersama-sama atau simultan melaksanakan tugas
membentuk karakter anak didik. Guru merupakan pihak dari pemerintah yang
bertugas membentuk karakter anak didik, terutama selama proses pendidikan di
sekolah. Kemudian orang tua sekaligus sebagai anggota masyarakat memiliki waktu
yang lebih banyak dalam membina karakter anaknya. Keberhasilan pembentukan
karakter anak didik di sekolah, apabila murid dan guru berasal dari budaya
lokal yang sama. Guru yang mengenal lebih dalam budaya lokal anak didiknya akan
lebih lancar dan lebih berhasil dalam pemebentukan karakter anak didiknya
dibandingkan dengan guru yang kurang mengenal atau kurang memahami budaya lokal
anak didiknya. Merupakan tugas dan tantangan besar bagi guru yang ditugaskan di
masyarakat yang budayanya berbeda dengan budaya guru yang bersangkutan.
13.
Menjadikan Guru Konsisten
Ada sebuah sistem. Pertama, mempunyai
metode training untuk mengajarkan bagaimana guru itu merubah perilakunya. Kedua, untuk
menjadikan guru yang berkarakter, itu harus ada acuannya. Dan acuan itu harus
ada kurikulumnya, ada modulnya, agar guru menerapkannya. Dengan menerapkannya,
guru akan terinspirasi juga untuk merubah dirinya.
Ada sembilan pilar karakter, yaitu; 1) Cinta
Tuhan dan segenap ciptaanNya; 2) Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian;
3) Kejujuran/amanah dan diplomatis; 4) Hormat dan santun; 5) Dermawan, suka
menolong, dan gotong royong/kerjasama; 6) Percaya diri, kreatif, dan pekerja
keras; 7) Kepemimpinan dan keadilan; 8) Baik dan rendah hati; dan 9) Toleransi,
kedamaian dan persatuan.
Dari sembilan pilar karakter itu, kami membuat
tools (alat-alat
peraga atau instrumen, red). Jadi semua harus ada toolsnya. Ketika guru
menggunakan tools
dan dia menerapkannya, maka dengan sendirinya guru itu berubah
juga. Itu yang kami amati. Tapi kalau hanya latihan tidak ada toolsnya,
karakternya itu tidak akan bisa terbentuk.
Ketiga, kalau tidak
ada semangat menjadi guru yang berkarakter dan bertaulaudan, ini juga tidak
bisa. Dan cara mengajarnya juga tidak boleh menggunakan kekerasan dan hukuman.
Karena untuk menjadikan anak yang berakarakter, itu harus menggunakan emosi
yang positif dan lingkungan yang positif. Emosi positif ini penting agar anak
didik tidak merasa terbebani. Ini tidak gampang. Kami sudah 11 tahun membangun
dan melaksanakan ini, dan tidak mudah.
Jadi, guru harus berubah, guru harus jadi
teladan, guru ngajarnya harus menyenangkan dan penuh cinta. Kemudian
kurikulumnya, kalau kurikulum terlalu berat, ini bisa gagal. Kemudian,
bagaimana di setiap mata pelajaran itu diselipkan pendidikan karakter. Makanya
kita juga punya yang disebut character based integrated learning. Ini juga
supaya memberikan inspirasi pada soal-soal lain. Jadi memang tidak mudah.
Selanjutnya, harus dilakukan secara holistik.
Di sini, kami membangun anak didik tidak hanya dari sisi akademik, tapi juga
spiritual, emosi, kreatifitas, daya kritis, dan sebagainya. Manusia yang
berkarakter, itu yang seluruh dimensinya bisa berkembang dengan utuh dan
seimbang. Jadi memang sangat complicated.
Menjadikan guru-guru bisa mengajar dengan
cinta memang tidak mudah. Selain membuka wawasan, kami juga menerapkan
pelatihan kepada guru hingga mereka menangis, hingga mereka merasa bersalah
bahwa selama ini yang mereka lakukan kurang benar dan ada yang perlu
diperbaiki. Karena kalau tanpa insaf terlebih dahulu, pendidikan karakter susah
dilaksanakan. Kalau guru masih membentak saat mengajar misalkan, hati anak
didik itu bisa mengkerut. Dan anak didik yang hatinya mengkerut, pasti susah
mendapatkan masukan-masukan. Jadi, bagaimana menumbuhkan obor semangat dalam diri
anak didik.
Anak didik di sini, ketika dia salah, itu
tidak langsung dimarahin. Tapi ada konsekuensi, dan ia diminta
pertanggungjawaban. Sehingga anak didik bisa merefleksikan kesalahannya, dan ia
sadar bahwa misalkan; oh, ternyata saya sedang dikuasai otak reptil, dan karena
itu saya minta maaf. Jadi, ini merupakan sesuatu yang menarik, menantang, dan
full feeling. Ada kebahagiaan batin selama mendidik. Dan kami terbuka untuk
observasi. Jadi siapa pun yang mau datang ke sini untuk observasi, maka
dipersilahkan.
3 program pendidikan karakter yang menjadi fokus dari kurikulum,
yaitu :
1. Training Guru
Terkait
dengan program pendidikan karakter disekolah, bagaimana menjalankan dan
melaksanakan pendidikan karakter disekolah, serta bagaimana cara menyusun
program dan melaksanakannya, dari gagasan ke tindakan. Program ini membekali
dan memberikan wawasan pada guru tentang psikologi anak, cara mendidik anak
dengan memahami mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk menciptakan
anak sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak yang “bermasalah” dengan
perilakunya.
2. Program Kurikulum Pendidikan Karakter
Kami
memberikan sistem pengajaran dan materi yang lengkap (untuk 1 tahun ajaran)
serta detail dan aplikasi untuk sekolah dan materi untuk orang tua murid.
Materi ini telah diuji coba lebih dari 5 tahun, disamping itu dalam program ini
ada pendampingan dan training khusus untuk guru.
Training
khusus guru ini dikhususkan untuk menciptakan suksesnya pendidikan karakter
disekolah, disamping pemberian materi yang “advance” dari program
training guru pertama. Karena disini para guru akan mempelajari aspek psikologi
manusia (bukan hanya anak, tetapi untuk dirinya sendiri) dan menanamkan nilai-nilai
kehidupan yang baik pada dirinya, murid dan keluarga. Guru akan memiliki “tools” untuk
membantu menciptakan anak yang berkarakter lebih baik.
3. Program Bimbingan Mental
Program ini terbagi menjadi dua sesi program :
Sesi Workshop Therapy, yang dirancang
khusus untuk siswa usia 12 -18 tahun. Workshop ini bertujuan mengubah serta
membimbing mental anak usia remaja. Workshop ini bekerja sebagai “mesin
perubahan instant” maksudnya setelah mengikuti program ini anak didik akan berubah
seketika menjadi anak yang lebih positif.
Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa, membantu
orangtua mengenali anaknya dan memperlakukan anak dengan lebih baik, agar anak
lebih sukses dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua akan mempelajari
pengetahuan dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai teori psikologi
anak dan keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah dan di sekolah,
serta lebih mudah mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan dan orang
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar