Nama Anggota :
Wiwin
Nur Indah Sari
Maria
Ida Fangohoi
Katrina
Ratu
Meryana
Romulus
Mateus
Senu Samon
Prodi : FKIP Bahasa dan
Satra Indonesia
Kelas : 2013 A
Mata
Kuliah : Teori Sastra
BAB 2
SIFAT-SIFAT SASTRA
Salah satu batasan “sastra” adalah
segala sesuatu yang tertulis stsu tercetak. Ilmuan sastra “tidak terbatas pada
belles letters atau manuskrip cetakan atau tulisan dalam mempelajari sebuah
periode atau kebudayaan”, dan kerja ilmuan sastra harus dilihat “dari
sumbangnnya pada sejarah kebudayaan”.
Menurut teori Greenlaw dan praktek
banyak ilmuan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat, tapi identik
dengan sejarah kebudayaan. Studi yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan
cendenrung menggeser studi sastra yang murni. Menyamakan sastra dengan sejarah
kebudayaan berarti menolak studi sastra sebagai bidang ilmu dengan
metode-metodenya sendiri.
Cara lain untuk memberi definisi
pada sastra adalah membatasinya pada “mahakarya” (great books), yaitu buku-buku yang dianggap “menonjol karena bentuk
dan ekspresi sastranya”. Dalam hal ini, kriteria yang dipakai adalah segi
estetis, atau nilai estetis dikombinasikan dengan nilai ilmiah.
Untuk tujuan-tujuan pendidikan,
studi mahakarya memang sangat dianjurkan. Dalam ilmu sejarah, filsafat, dan
ilmu-ilmu lain, pendekatan mahakarya ini memberi penekanan berlebihan pada segi
“estetis”. Nampaknya istilah “sastra” paling tepat diterapkan pada seni sastra,
yaitu sebagai karya imajinatif. Sedangkan istilah “sastra imajinatif” (imaginative literature) dan belles
letters (“tulisan yang indah dan sopan”, berasal dari bahasa Prancis. Istilah
Inggris literature (yang berasal dari
kata Latin litera) mengacu pada karya
tulis atau cetak. Dalam hal ini, istilah Jerman Wortkunst atau istilah Rusia
slovesnost lebih luas jangkauannya dan lebih cocok.
Bahasa adalah bahan baku
kesusastraan, tetapi perlu disadari bahwa bahasa bukan benda mati dan
linguistik dari kelompok pemakai bahasa tertentu. Untuk melihat penggunaan
bahasa yang khas sastra, kita harus membedakan bahasa sastra, bahasa
sehari-hari dan bahasa ilmiah. Sastra juga mengandung pikiran, sedangkan bahasa
emosional tidak dimiliki oleh sastra. Bagaimanapun, bahasa ilmiah bersifat arbitrary (dipilih secara kebetulan,
tanpa aturan tertentu), jadi dapat digantikan oleh tanda lain yang sama
artinya. Tanda juga bersifat maya, tidak menarik perhatian pada dirinya
sendiri, tapi menunjuk langsung pada yang diacunya.
Jadi bahasa ilmiah cenderung
menyerupai sistem tanda matematika atau logika simbolis. Dibandingkan dengan
bahasa ilmiah, dalam beberapa hal bahasa sastra nampak mempunyai kekurangan.
Bahasa sastra juga penuh dengan asosiasi , mengacu pada ungkapan atau karya
yang diciptakan sebelumnya. Dengan kata lain bahasa sastra sangat “konotatif”
sifatnya. Bahasa sastra bukan sekedar bahasa referential, yang hanya mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa
sastra mempunyai nada (tone) dan sikap pembicara atau penulisnya. Yang
dipentingkan dalam bahasa sastra adalah tanda, simboisme suara dari kata-kata.
Perbedaan dengan bahasa ilmiah ini
bisa dilihat dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda pada berbagai jenis sastra.
Yang lebih sulit adalah membedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Jadi
pertama-tama hanya secara kuantitatif saja dapat kita bedakan bahasa dan sastra
dan bahasa sehari-hari. Bagaimanapun juga setiap karya sastra menciptakan suatu
keteraturan, menyusun, dan memberi kesatuan pada bahan bakunya.
Perbedaan pragmatis antara bahasa
sastra dan bahasa sehari-hari lebih jelas. Seni menciptakan sejenis kerangka
yang menempatkan setiap pernyataannya diluar dunia nyata. “fiksionalitas”,
“ciptaan”, dan “imajinasi” sebagai ciri-ciri khas sastra, mungkin kita mengacu pada
karya-karya Homer, Dante, Shakespeare, Balzac, Keats. Istilah sastra sebagai
karya “imajinatif” di sini tidak berarti bahwa setiap karya sastra harus
memakai imajinasi. Biasanya penulis membuat suatu gambaran umum yang skematis,
yang dibangun atas satu kecenderungan fisik tertentu, sebenarnya pengarang
cukup memberikan gambaran umum yang skematis dan tidak dipenuhi dengan detil.